Tampilkan postingan dengan label Budaya. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Budaya. Tampilkan semua postingan

Makna Busana Tari Rejang Dewa

Rabu, 22 Mei 2013

Busana Tari Rejang Dewa
1.       Hiasan Muka
Hiasan muka penari Rejang ini sangat sederhana. Pada mulanya Tari Rejang tersebut tidak pernah menggunakan make up untuk menghiasi mukanya. Mereka hanya menggunakan “boreh miyik” dari air kayu cendana yang baunya harum sekali, memakai bedak “atal” (bedak telur). Hal ini disebabkan karena pertunjukan Tari Rejang ini merupakan pertunjukan ritual (pertunjukan dalam upacara), dimana pada umumnya hiasan muka tidak begitu diperlukannya. Tetapi dalam perkembangan sekarang, bila Tari Rejang tersebut akan dipentaskan para penari sudah mempergunakan make up (hiasan muka) seperti : bedak untuk memutihkan muka, pensil alis-alis untuk membentuk alisnya dan lipstick sebagai pemerah bibirnya, kesemuanya itu dipakai secara sederhana. Make up (hiasan muka) tersebut berfungsi untuk memperindah agar para penari tersebut kelihatan lebih cantik.
2.       Busana
Busana Tari Rejang ini dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu : hiasan kepala dan hiasan badan.
Hiasan kepala adalah hiasan-hiasan yang dikenakan di kepala para penari yang biasanya berupa gelungan, bunga-bunga, udeng-udengan dan lain-lainnya. Hiasan kepala Tari Rejang ini adalah terdiri dari bunga-bunga yang diatur rapi pada kepala penari masing-masing. Macam-macam bunga yang dipergunakan oleh para penari adalah : bunga kamboja, bunga sandat, bunga cempaka dan lain-lainnya. Disamping mempergunakan bunga-bunga tersebut, mereka juga menggunakan bunga-bunga emas atau imitasi, menurut kemampuan para penari. Mengenai rambutnya diikat kebelakang mempergunakan jenis pusungan gonjer.
Hiasan badan merupakan perlengkapan pakaian yang dikenakan oleh penarinya. Adapun hiasan yang dipergunakan oleh penari Rejang Dewa ini terdiri dari :
-          Kain yang berwana putih
-          Sabuk / setagen yang berwarna putih
-          Selendang berwarna kuning
Dipergunakan warna-warna putih kuning  karena warna-warna tersebut merupakan lambang kesucian. Cara pemakaian hiasan badan penari Rejan g tersebut adalah : kain putih dililitkan dipinggang seperti memakai kain biasa kemudian setagen dililitkan sampai diketiak dan terakhir selendang diselempangkan dibahu kanan menyilang kepinggang kiri kemudian diikat.
3.       Perlengkapannya
Perlengkapan yang dibawa adalah kipas, dimana kipas ini tidak mempunyai suatu fungsi tertentu dan hanya  sebagai pelengkap saja. Kipas yang dibawa ada bermacam-macam, ada yang terbuat dari kain yang diprada, ada yang dibuat dari kayu candana dan lain-lainnya menurut kemampuan dari si penari. Semua keperluan bagi penari baik alat-alat untuk hiasan muka, hiasan kepala, hiasan badan dan perlengkapannya dibawa oleh penari masing-masing.

Makna Tari Rejang Dewa


Makna Tari Rejang Dewa
Sebagian besar seni tari yang ada di daerah Bali tidak hanya berfungsi sebagai seni semata, tetapi juga merupakan tarian upacara yang ditujukan untuk para dewa. Sehingga tidak heran jika seni tari di daerah Bali lebih banyak dilakukan di Pura, termasuk diantaranya adalah tari Rejang Dewa.
Tari Rejang Dewa merupakan Tari yang digunakan untuk menyambut kehadiran Hyang Widhi Wasa dan para dewata kahyangan ketika turun ke bumi. Seperti Tari sacral lainnya, tari Rejang Dewa juga tidak boleh dilakukan di sembarang tempat. Para warga Bali hanya melakukan tarian di Pura, area yang dianggap paling suci.
Walaupun dinamakan dengan sebutan dewa yang biasanya identik dengan sosok laki-laki. Namun pada kenyataannya tari Rejang Dewa dibawakan oleh penari putrid. Tarian ini biasanya dibawakan secara berkelompok atau massal. Gerakan yang ada pada tarian ini juga sangat sederhana, bahkan terkesan polos. Walaupun hanya terdiri dari gerakan yang sederhana, namun makna yang terkandung dalam tarian ini tidaklah sesederhana itu.
Gerakan  sederhana yang ada pada tarian Rejang Dewa biasanya dibawakan dengan rasa penuh pengabdian kepada para dewa dan penuh rasa kehadirat Sang Maha Agung.
Tari Rejang Dewa biasanya ditampilkan ketika pura mengadakan acara-acara keagamaan atau ritual tertentu lainnya. Penari yang membawakan tari Rejang Dewa biasanya menggunakan pakaian upacara, yang biasanya didominasi oleh warna putih dan kuning.
Dalam membawakan tari Rejang Dewa, para penari biasanya membuat lingkaran di halaman pura atau pelinggih. Terkadang penarinya membawakan tarian ini sambil berpegangan tangan. Sebagai tarian menyambut dewa, selain harus dilakukan ditempat suciseperti pura, tapi juga memiliki persyaratan lainnya. Misalnya sang penari haruslah gadis yang masih perawan. Oleh karena itulah kebanyakan penari yang membawakan tarian ini masih dudukdi bangku sekolah dasar.

Makalah Tari Telek Khas Jumpai, Bali

Selasa, 07 Mei 2013

                                                   BAB 1
                                                Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
           Bali adalah sebuah pulau di Indonesia , sekaligus menjadi salah satu provinsi Indonesia. Bali terletak diantara pulau jawa dan pulau lombok. Ibukota provinsinya iyalah Denpasar yang terletak di bagian selatan pulau, tempat-tempat penting lainnya adalah Ubud sebagai pusat seni terletak di kabupaten Gianyar , sedangkan Kuta , Sanur , Seminyak , Jimbaran dan Nusa Dua adalah beberapa tempat yang menjadi tujuan pariwisata. Di dunia , Bali terkenal sebagai tujuan pariwisata dengan keunikan berbagai hasil seni budayanya, dan Bali juga dikenal sebagai Pulau Dewata
Musik tradisional Bali memiliki kesamaan dengan musik tradisional di banyak daerah lainnya di Indonesia, misalnya dalam penggunaan gamelan , dan berbagai alat musik tabuh lainnya. Demikian pula beragam gamelan yang dimainkanpun memiliki keunikan , misalnya gamelan jegog , gong gede, gamelan gambang, gambelan serunding, dam gamelan semar pegulingan. Ada pula musik angklung dimainakan untuk upacara ngaben serta musik bebonangan dimainkan dalam upacara lainnya.
Seni tari Bali pada umumnya dikatagorikan menjadi 3 kelompok yaitu , Wali (seni pertunjukan sakral), Bebali (seni pertunjukan untuk upacara), dan Balih-balihan (seni tari untuk hiburan pengunjung). Tari Wali  contohnya SangHyang Dedari , tari Bebali contohnya tari Topeng, tari Balih-balihan contohnya Tari Legong.
Berdasarkan hal tersebut maka perlu dicermati lebih dalam tentang bagaiamanakah eksistensi kesenian tari telek itu sendiri pada masyarakat Bali yang merupakan bentuk warisan budaya bangsa dalam menunjukkan karaktertistik masyarakat Bali pada khusunya.
Kurangnya pengetahuam siswa tentang sejarah tari di Bali meski tari Bali sudah dilestarikan tapi masih perlu adanya pengetahuan tentang sejarah tari telek. Dalam menyusun laporan ini , saya sangat berterimakasih kepada berbagai sumber informasi dan data yang telah saya gunakan baik secara langsung maupun tidak langsung
Semoga laporan sederhana ini dapat memenuhi syarat sebagai tugas dalam bidang kesenian serta dapat berguna sebagai pengetahuam dan dapat memeberika dukungan terhadap kelestarian kebudayaan terutama pelestarian tari telek.
1.2 Rumusan Masalah
1.      bagaimana cara melestarikan tari telek pada zaman modern saat ini
2.      bagaimana sejarah teri telek
3.      apa fungsi tari telek
4.      apa saja musik iringan tari telek
5.      apa saja ragam gerak tari telek

1.3    Tujuan Penulisan
           Memperkenalkan tari Bali , terutama Tari Telek, Memberikan informasi tentang Tari Telek, untuk meningkatkan pemahaman pembaca tentang Tari Telek , untuk melestarikan tari tradisional Tari Telek yang diharapkan memberi manfaat kepada semua pihak khususnya kepada siswa untuk menambah pengetahuan dan wawasan kesenian yang berada di Bali. Manfaat lain dari penulisan makalah ini adalah diharapkan dapat dijadikan acuan di dalam menghadapi ujian masuk perguruan tiggi negeri , khususnya bagi para siswa yang ingin mengikuti perguruan tinggi negeri











        BAB 2
Pembahasan
2.1 Sejarah Tari
Pada suatu hari , I Sweca alias Nang Turun menemukan kayu terdampar (kampih) di pantai sudah
berbentuk calonan (sebuah kayu yang belum berwujud) Rangda. Sambil membawa pahat dan temutik (pisau paraut kayu), Nang Turun membawa kayu tersebut sambil menggembala sapi. Ketika itu cuacasangat panas dan ia pn berteduh di Pura Dalem Kekeran. Semasih ia sadar, ia mendengar suara “tempe kai” (tirulah aku) dan datang suatu bayangan berwujud rangda. Dengan segera ia meniru bayangan tersebut, baru selesai wajahnya dan belum bertelinga, bayangan Rangda itu sudah menghilang, sehingga perwujudan rangda sampai sekarang tidak ada telinganya. Oleh karena tapel tersebut dianggap terlalu besar setelah selesai dibuat oleh Nang Turun dan memiliki kekuatan magis yang terlalu besar (misalnya saat dipentaskan/mesolah aura magis dari tapel tersebut menimbulkan pagar – pagar rumah masyarakat di sekitar tempat pementasan roboh), atas petunjuk seorang yang kesurupan dbuatlah tapel yang baru dengan meminta ijin pada penunggu pohon Pole ke setra Akah dan membawa sesajen.
            Namun, sebelum itu, pada suatu masa di Desa Jumpai mengalami wabah penyakit hingga rakyat yang berjumlah 800 orang tinggal 300 orang. Karena banyak yang mati dan ada pula yang meninggalkan desa mengungsi ke Badung, Seseh, dan Semawang, dan banjar menjadi menciut dari 5 banjar menjadi 2 banjar. Saat itu masyarakat Desa Jumpai menganggap kejasian tersebut diakibatkan oleh daya magis yang ditimbulkan oleh Rangda, Barong, dan Telek yang setiap mesolah menggunakan tapel yang dibuat oleh Nang Turun dari kayu yang ditemukan di tepi pantai. Kemudian, oleh masyarakat Desa Jumpai tapel-tapel tersebut dihanyutkan kembali ke pantai. Akan tetapi, tapel-tapel tersebut datang kembali diusunh oleh makhluk halus (gamang) ditempatkan dipinggir pantai lagi. Berselang beberapa hari, tapel-tapel tersebut ditemukan oleh sekelompok masyarakat Desa Jumpai di pinggir pantai. Selanjutnya, maskyarakat Desa Jumpai meyakini bahwa tapel-tapel tersebut memang untuk Desa Jumpai dan masyarakat di Pura Dalem Penyimpenan (sampai sekarang).
            Oleh karena tapel tersebut terlalu besar daya magisnya, maka atas kesepakatan tetua-tetua di desa Jumpai, dibuatkanlah tapel baru lagi dengan fungsi yang sama, yaitu menghindari Desa Jumpai Dari wabah penyakit. Adapun yang membuat tapel-tapel tersebut (Barong, Rangda, dan Telek) bernama Kaki Patik bersama Tjokorda Puri Satria Kanginan. Upacara pamlaspas dipimpin oleh Ida Pedande Gde Griya Batu Aji yang berasal dari Pura Satria dan diselenggarakan di Desa Akah. Pada saat itu pula, selesai dibuat tapel Barong, Rangde dan Telek secara bersama untuk di Desa Akah dan untuk di Desa Muncan dengan warna tapel yang berbeda beda (Desa Akah warna tapelnya putih, Desa Muncan berwarna hitam, dan Desa jumpai berwarna merah), shingga kini Bhatara Gde di desa Akah dan di Desa Jumpai dianggap masemeton (bersaudara)
            Seperti yang diuraikan diatas, maka jelaslah proses terjadinya Telek. Akan tetapi, dalam penjelasan tersebut tidak dijelaskan kapan peristiwa itu terjadi. Demikian pula dengan halnya mula pertama timbulnya Tari Telek anak-anak Desa Jumpai yang sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Informasi yang dapat dikumpulkan selama penelitian, bahwa Tari Telek anak-anak di Desa Jumpai sudah ada begitu saja atau sudah diwarisi secara turun temurun. Tetapi, informaso yang diinginkan adalah sedapat mungkin diperoleh data menyangkut perkembangan tarian ini.
            I Wayan marpa ,engatakan, bahwa Tari Telek anak-anak di Desa Jumpai diperkirakan mulai berkembang sekitar tahun 1935 hingga sekarang. Tarian ini dipentaskan 15 hari sekali, yaitu setiap rahinan Kajeng kliwon, dan setiap ada upacara piodalan di pura yang ada dilingkungan Desa Jumpai. Tari Telek ini biasanya ditarikan 4 orang penari dan penarinya boleh laki-laki ataupun perempuan, yang terpenting masih anak-anak. Jenis tari wali ini merupakan warisan leluhur yang pantang untuk tidak dipentaskan dilingkungan setempat. Warga setempat meyakini pementasab Telek sebagai sarana untuk memohon keselamatan dunia, khususnya di wilayah desa adat setempat. Jika Tari Telek tidak dipentaskan oleh masyarakat setempat, dipercaya akan dapat mengundang datangnya merana (hama penyakit pada tumbuhan dan ternak), sasab(wabah penyakit pada manusia), serta marabahaya lainnya yang dapat mengacaukan keharmonisan dunia. Untuk menghindari bencana yang menimpa desa tersebut, maka dengan kesepakatan masyarakat Desa Jumpai diadakanlah pementasan Tari Telek anak-anak dengan Barong Ket yang merupakan susuhunan Desa Jumpai. Sejak itu kematian semakin berkuarang.
            Pementasan Telek di Desa Jumpai sempat terputus beberapa tahun sebelum Gunung Agung meletus hingga tragedi G-30-S/PKI pecah.dua tragedi besar itu sempat menghancurkan kedamaian masyarakat di seluruh Bali. Guna mengembalikan kedamaian tersebut, para tetua di Desa Jumpai sepakat menggelar serangkaian upacara tolak bala, salah satunya menghidupkan kembali kesenian Telek yang mereka yakini sebagai sarana memohon keselamatan dunia-akhirat. Desa Jumpai sekarang, terbagi menjadi 2 banjar, yaitu Banjar Kangin dan Banjar Kawan. Dua banjar tersebut secara bergiliran mementaskan Tari Telek, namun di masing-masing banjar memiliki tapel Telek dan penari Telek. Seriap kali Telek dipentaskan, seluruh warga dipastikan mennyaksikan sekaligus memohon keselamatan kepada Ida Sang Hyang Widhi.
            Tari Telek ini dibawakan oleh 4 oenari yang boleh ditarikan oleh laki-laki maupun perempuan yang masih berusia anak-anak sampai memasuki masa Truna Bunga (akil balik kira-kira berusia 6 tahun sampai 12 tahun). Keempat penari itu memakai topeng berwarna putih dengan karakter wajah yang lembut dan tampan serta diiringi Tabuh Bebarongan. Baik di Banjar Kangin maupun Banjar Kawan, tarian ini tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa dirangkaikanndengan Tari Jauk, Tari Topeng Penamprat, Bhatara Gde(barong), Rarung dan Bhatara Lingsir (Rangda). Seluruh unsur tarian itu berpadu membangun satu kesatuan cerita yang utuh dengan durasi sekitar dua jam. Akhir pertunjukan diwarnai dengan atraksi narat/ngunying yaitu menusukkan keris ke dada yang bersangkutan maupun ke dada Bhatara Lingsir.
Adapun cerita yang dipergunakan dalam pertunjukan ini, sebagai berikut.
            Diceritakan bahwa Bhatari Giri Putri turun ke bumi untuk mencari air susu lembu, untuk suaminnya, Bhatara Siwa yang berpura-pura sakit. Bhatara Siwa ingin menguji keteguhan hati istrinya. Di bumi Bhatara Giri Putri bertemu dengan seorang pengembala lembu yang sedang memerah susu, lalu beliau mendekatinya dan meminta air susu lembunya untuk obat suaminya si pengembala akan memberinya apabila Bhatara Giri Putri mau membalas cinta asmaranya dan Bhatara Giri Putri menyetujuinya. Sebenarnya si pengembala tersebut adalah Bhatara Siwa sendiri yang ingin menguji kesetiaan istrinya.
            Setelah air susu lembu diperolehnya, lalu dihaturkan kepada Bhatara Siwa, tetapi Bhatara Siwa ingin menguji air susu tersebut dengan memasang nujumnya yang dilakukan oleh Bhatara Gana. Ternyata air susu tersebut didapat dengan jalan mengorbankan dirinya (berbuat serong). Seketika itu juga Bhatara siwa marah dan membakar lontar nujunya. Bhatara Siwa lalu mengutuknya mejadi Durga dan tinggal sebagai penghuni kuburan yang bernama Setra Ganda Mayu dengan hambanya yang bernama Kalika.
            Sang Hyang Kumara yang masih kecil ditinggalkam oleh ibunya, Bhatara Giri Putri, menangis kehausan. Bhatar Siwa lalu mengutus Sang Hyang Tiga untuk mencari ibunya ke bumi. Pertama, turunlah Sang Hyang Wisnu dengan berubah menjadi Telek menyebar ke empat penjuru, tetapi tidak menemukannya. Terakhir, turunlah Sang Hyang Iswara yang berbentuk Banspati Raja (Barong). Karena dekat dengan Setra Ganda Mayu, maka beliau melihat Kalika sedang bersemedi. Kemudian Kalika dikoyak-koyak maka timbul marahnya, dan terjadilah perang antara Kalika dengan Barong (Bhatara Iswara). Akhirnya kalika kalah, lari menuju Bhatara Durga untuk melaporkannya. Pada saat itu Durga berbentuk Rangda dan kemenangan ada pada Raangda. Demikianlah perkembangan Tari Telek pada anak-anak di Desa Jumpai, serta cerita yang dipakai dalam pementasannya di Desa tersebut dan cerita tersebut masih dipergunakan sampai sekarang.
Tari Jauk ini menggambarkan raja atau pemimmpin yang sangat angkuh dan sombong seperti raksasa bermahkotakan raja, gerak geriknya cenderung kasar dan tidak menghiraukan sopan santun.
Tari Jauk dibedakan menjadi dua yaitu :
1.      Jauk Keras, seperti namanya, gerakannya pun lebih bringas. Dimana gerakannya lebih energik dan gamelan gongnya pun cepat, biasanya mempunyai gerakan standar sendiri. Topeng yang dipakai adalah topeng yang berwarna merah, dimana menggambarkan keberingasan sang Raksasa. Topeng yang dipakai seperti ini. Jadi merah, ada kumis dan mata melotot tajam, menggambarkan keberingasan.
2.      Jauk Manis, jauk ini seperti namanya, mempunyai gerakaan yang lebih berwibawa. Aslinya Jauk Manis ini pakaiannya sama denga Jauk Keras tetapi bedanya ada di topengnya dimana Topengnya berwarna putih dan kelihatan lebih berwibawa. Karena Jauk Manis ini lebih fleksibel dari Jauk Keras, para seniman tari di Bali akhirnya mengimprovisasi dan membentuk tarian Jauk yang berbeda. Misalnya topeng tua, tari ini termasuk tari topeng jauk. Dimana menggambarkan orang tua. Jadi gerakannya pun mirip seperti orang tua, itulah keunggulan jauk manis yaitu topengnya lebih lembut dari Jauk Keras.


2.2 Perkembangan Tari
         
Perkembangan tari telek pada saat ini masih menunjukkan eksistensinya khususnya di daerah jumpai , walaupun di daerah lain di Bali tidak banyak yang mengetahui tentang tari telek. Tari telek masih mengalami eksistensi yang baik di daerahnya, Ini disebabkan tari telek adalah tarian sakral daerah desa jumpai yang terkenal dengan mistisnya dan harus dipentaskan setiap hai rahinn kajeng kliwon, maka dari itu tarian ini masih tetap ada hingga saat ini, walaupun tidak banyak yang mengetahui
 Tarian  ini tidak diketahui kapan munculnya, tarian ini ditarikan oleh anak-anak, tarian ini setiap dipentaskan selalu disandingkan dengan rangda atau barong. Karena dipercaya menolak bala sampai saat ini desa jumpai rutin mementaskan tarian tersebut. Bagi warga khususnya warga Bali yang tidak mengetahui tentang tari telek, semoga dengan laporan ini bisa memberi atau menambah wawasan nya mengenai tarian sakral yang ada di bali seperti contohnya tari telek.

2.3 Fungsi tari
Tari telek merupakan salah satu tari wali atau tari sakral. Tarian ini biasa ditarikan setiap hari rahinan kejng kliwon khususnya hanya di Desa jumpai, tarian ini mengandung aura mistis yang sangat kuat yang juga diyakini atau dipercaya oleh warga setempat sebagai penolak bala dan jika tidak dipentaskan secara rutin akan menimbulkan bencana atau menyebabkan keadaan sekitar menjadi kacau dan bisa juga menjadi penyebab datangnya wabah penyakit.
Tarian ini juga sekaligus sebagai tari hiburan karena setiap tarian ini dipentaskan, dipastikan seluruh warga desa jumpai akan menyaksikan tarian ini, setelah atau sebelum melakukan persmbahyangan.




2.4 Ragam gerak
Gerakan Tari Telek Jumpai dapat dikatakan tidak jauh berbeda dengan gerak-gerak Tari Telek pada umumnya ditempat lain. Akan tetapi terdapat salah satu gerak yang menunjukkan ciri khas dari Tari Telek di Desa Jumpai, yaitu gerakan yang berpusat pada kaki dengan disertai gerakan di lutut, tangan kanan ngembat dang tangan kiri ngepel kipas. Gerakan ini disebut gerakan kambing buang. Adapun gerakan Tari Telek di Desa Jumpai dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.      Agem, sikap berdiri sesuai dengan karakter yang dibawakan, dan dikenal dengan adanya agem kanan dan agem kiri. Agem kanan Tari Telek Anak-anak di Desa Jumpai adalah posisi tangan kanan sejajar mata ngepel kipas, sedanhkan tangan kiri sirang susu, pandangan ke depan, kaki tapak sirang renggang kira-kira du genggam tangan. Begitu pula sebaliknya dengan agem kiri.
2.      Nyalud, gerakan tangan kesamping bawah dengan posisi tangan ngemudra.
3.      Nyer segala arah, posisi tangan, satu sirang susu dan satu lagi ngembat.
4.      Aras-arasan, gerakan leher ke kanan dan ke kiri mulai dengan lambat kemudian cepat. Mearas-arasan menurut I Made Santa selaku koordinator Tari Telek ini adalah sama dengan pengipuk, yaitu ekspresi cinta yang siungkapkan melalui tarian atau gerak tari.
5.      Ngeliput, pegangan kipas diujung jari tangan (nyungsung) dengangerakan yang bernama utul-utul, yaitu pegekangan tangan diputar.

Drama Gong Khas Bali


Drama Gong adalah sebuah bentuk seni pertunjukan Bali yang masih relatif muda usianya yang diciptakan dengan jalan memadukan unsur-unsur drama modern (non tradisional Bali) dengan unsur-unsur kesenian tradisional Bali. Dalam banyak hal Drama Gong merupakan pencampuran dari unsur-unsur teater modern (Barat) dengan teater tradisional (Bali). Nama Drama Gong diberikan kepada kesenian ini oleh karena dalam pementasannya setiap gerak pemain serta peralihan suasana dramatik diiringi oleh gamelan Gong (Gong Kebyar). Drama Gong diciptakan sekitar tahun 1966 oleh Anak Agung Gede Raka Payadnya dari desa Abianbase (Gianyar). Diakui oleh penciptanya bahwa Drama Gong yang diciptakan dengan memadukan unsur-unsur drama tari tradisional Bali seperti Sendratari, Arja, Prembon dan Sandiwara dimaksudkan sebagai sebuah prembon (seni campuran) modern.

Unsur-unsur teater modern yang dikawinkan dalam Drama Gong antara lain :

    * tata dekorasi
    * penggunaan sound efect
    * akting
    * tata busana

Karena dominasi dan pengaruh kesenian klasik atau tradisional Bali masih begitu kuat, maka semula Drama Gong disebut "drama klasik".

Adalah I Gusti Bagus Nyoman Panji yang kemudian memberikan nama baru (Drama Gong) kepada kesenian ini berdasarkan dua unsur baku (drama dan gamelan gong) dari kesenian ini. Patut dicatat bahwa sebelum munculnya Drama Gong di Bali telah ada Drama Janger, sebuah kesenian drama yang menjadi bagian dari pertunjukan tari Janger. Dalam banyak hal, drama Janger sangat mirip dengan Sandiwara atau Stambul yang ada dan populer sekitar tahun 1950.

Drama Gong adalah sebuah drama yang pada umumnya menampilkan lakon-lakon yang bersumber pada cerita-cerita romantis seperti cerita Panji (Malat), cerita Sampik Ingtai dan kisah sejenis lainnya termasuk yang berasal dari luar lingkungan budaya Bali. Dalam membawakan lakon ini, para pemain Drama Gong tidak menari melainkan berakting secara realistis dengan dialog-dialog verbal yang berbahasa Bali.

Para pemeran penting dari Drama Gong adalah:

    * Raja manis
    * Raja buduh
    * Putri manis
    * Putri buduh
    * Raja tua
    * Permaisuri
    * Dayang-dayang
    * Patih keras
    * Patih tua
    * Dua pasang punakawan

Para pemain mengenakan busana tradisional Bali, sesuai dengan tingkat status sosial dari peran yang dibawakan dan setiap gerak pemain, begitu pula perubahan suasana dramatik dalam lakon diiringi dengan perubahan irama gamelan Gong Kebyar. Masyarakat Bali mementaskan Drama Gong untuk keperluan yang kaitannya dengan upacara adat dan agama maupun kepentingan kegiatan sosial. Walaupun demikian, Drama Gong termasuk kesenian sekuler yang dapat dipentaskan di mana dan kapan saja sesuai dengan keperluan. Kesenian Drama Gong inilah yang memulai tradisi pertunjukan "berkarcis" di Bali karena sebelumnya pertunjukan kesenian bagi masyarakat setempat tidak pernah berbentuk komersial. Drama Gong mulai berkembang di Bali sekitar tahun 1967 dan puncak kejayaannya adalah tahun1970. Pada masa itu kesenian tradisional Bali seperti Arja, Topeng dan lain-lainnya ditinggalkan oleh penontonnya yang mulai kegandrungan Drama Gong. Panggung-panggung besar yang tadinya menjadi langganan Arja tiba-tiba diambil alih oleh Drama Gong. Namun semenjak pertengahan tahun 1980 kesenian ini mulai menurun popularitasnya, sekarang ini ada sekitar 6 buah sekaa Drama Gong yang masih aktif.

Sekaa - sekaa Drama Gong yang dimaksud antara lain adalah :

    * Drama Gong Bintang Bali Timur
    * Drama Gong Duta Budaya Bali
    * Drama Gong Dewan Kesenian
    * Drama Gong Dwipa Sancaya
    * dan lain-lain

Terakhir muncul Drama Gong Reformasi yang didukung oleh para bintang Drama Gong dari berbagai daerah di Bali.
Seiring berjalannya waktu dan perkembangan jaman drama gong , sudah jarang kita jumpai ataupun jarang sekali di pentaskan, dan kalau pun di pentaskan itu jika ada PKB ( Pawai Kesenian Bali ).
Drama Gong yang merupakan salah satu asset seni budaya bali yang begitu indah,akan kah kini tergerus jaman di tinggalkan oleh penggermarnya, ini seharusnya menjadi kajian pemerintah agar menjadi pertimbangan untuk kembali membangkitkan dan memasyarakatkan kesenian drama gong yang merupakan salah satu asset kesenian bali.
Sekarang ini drama gong ibarat mati suri, gimana tidak drama gong yang kita tonton dalam seni pertujukan yang indah dan menghibur itu hanya dapat kita saksikan jika ada Pawai Kesenian Bali saja, setelah pesta kesenian bali usai, drama gong jarang sekali bahkan susah dan sulit dapat kita saksikan kembali kalaupun ada itu dapat di hitung dengan jari, berapa kali dan itupun hanya pemutaran video ataupun dokumentasi Pawai Kesenian Bali yang di tanyangkan ulang.
Milis rasanya kita sebagai penggemar Drama Gong yang mempunyai seniman-seniman handal namun kiprahnya kini tidak bisa seperti dahulu, kami tidak menyalahkan seniman ataupun pemerintah namun kesempatan untuk mereka berkarya sepertinya kalah dengan penayangan sinetron yang jumlahnya berjubel.



Artikel Calonarang Khas Bali


Cerita (Arja) Kodok...Teater Rakyat Kisah Berbeda...ADA tokoh dongeng (satua) bernama I Godogan. Nama itu memberitahu kita tentang beberapa hal.

Pertama, ia adalah lelaki. Huruf ''I'' di depan nama itu adalah penanda jenis kelamin lelaki menurut konvernsi bahasa dan budaya Bali. Kedua, ia lahir dalam keluarga keturunan non triwangsa menurut startifikasi sosio-historis masyarakat Bali. Ketiga, ia diidentifikasi dengan kodok, alias manusia kodok.

Kata godogan dalam bahasa Bali berpadanan dengan kata kodok dalam bahasa Indonesia. Bedanya, godogan secara fisik lebih besar dari kodok.



IDENTIFIKASI pada umumnya terjadi berdasarkan persamaan-persamaan yang ada. Misalnya, berdasarkan persamaan bentuk lahiriah, karena persamaan watak, dan persamaan sifat. Hanya berdasarkan nama I Godogan itu saja, kita belum bisa mengetahui apakah ia seekor kodok yang diorangkan, atau ia adalah orang yang dikodokkan. Keduanya berbeda, yang pertama adalah kodok. Yang kedua adalah orang. Oleh karena itu, ceritanya mesti diikuti bila ingin tahu lebih jauh.

TERNYATA dalam versi cerita yang saya pernah dengar, hubungan identifikasi itu jauh lebih kompleks lagi. Pada mulanya konon ada manusia, sepasang suami istri, yang entah karena bermimpi apa dalam tidurnya, akhirnya mendapatkan anak berupa seekor kodok dari kandungan sang istri. Bentuk lahiriahnya benar-benar kodok. Batiniahnya lebih orang daripada orang kebanyakan.

Ia berbicara sebagaimana manusia umumnya. Ia punya sifat benar-benar manusia yang berbudi. Berbudi itulah kelebihannya daripada manusia pada umumnya. Kodok itu membujuk orang tuanya meminang putri raja untuk dijadikan istrinya. Tentu saja kedua orang tuanya pusing tujuh keliling. Mana mungkin Tuan Putri, terutama Baginda Raja, akan menerima pinangnya. Jangankan untuk bisa memasuki istana raja, di depan gerbang saja barangkali mereka akan diusir oleh para pecalang. Diusir belum seberapa. Bagaimana kalau mereka dibunuh karena dianggap melecehkan darah biru keluarga raja itu? Bagaimana kalau putera mereka yang kodok itu dimutilasi dan mayatnya dibuang ke empat penjuru jagat?

BEGITULAH awal kisahnya. Orang tua manusia kodok itu tahu keinginan anaknya sungguh berisiko nyawa. Tapi namanya anak semata wayang, kalau tidak dituruti kehendaknya barangkali ia akan bunuh diri. Dugaan mereka tidak salah, manusia kodok mendesak orang tuanya dengan ancaman akan pergi meninggalkan rumah, dan bahkan siap mengakhiri hidup bila tidak dipinangkan idaman hatinya.

Setelah melewati berbagai konflik cerita, yang tidak perlu diceritakan panjang lebar di sini, singkat cerita kedua orang tua itu berhasil menikahkan putera-kodoknya dengan Tuan Putri. Pernikahan berlangsung dengan dewasaksi. Tidak jelas saya ingat, apakah dalam pernikahan langkah itu ada manusasaksi. Yang saya ingat, pernikahan itu nampaknya sangat direstui oleh para Dewa. Alam pun seperti girang menyambut pasangan langka itu. Terbukti kodok itu kemudian berubah wujud lahiriah menjadi manusia pada malam pertamanya. Ia bahkan manusia dari jenis pangeran yang lebih dari sekadar manusia pada umumnya.

ITULAH CONTOH identifikasi yang kompleks antara manusia dengan kodok, atau antara kodok dengan manusia. Guru bahasa Indonesia di sekolah menjelaskan bahwa, kodok yang diorangkan disebut gaya personifikasi. Tapi kalau kita ikuti juga ceritanya, hubungan kodok itu dengan manusia jauh lebih kompleks dari apa yang dimengerti anak-anak sekolahan tentang gaya personifikasi. Ia bukan sekadar kodok yang diorangkan, tapi ia adalah roh manusia yang dikodokkan kemudian kembali dimanusiakan, bahkan dimanusia-superkan.

ITU BARU masalah identifikasi yang kompleks. Dalam dongeng I Godongan yang berasal dari cerita Panji yang berasal dari Jawa itu (ingat cerita Pangeran Kodok) terkandung kekompleksan lain. Misalnya, alur cerita Panji yang umumnya sangat standar, yaitu perpisahan dua kekasih yang kemudian bersatu kembali, disisipi motif kekuatan Bhatari Durga dalam wujud pradhana, yaitu Tuan Puteri. Persatuan manusia kodok (purusha) dengan pradhana itu menyebabkan terjadinya keajaiban di luar logika. Misalnya, terjadinya perubahan wujud.

Masih ada kekomplekan lain dari dongeng sederhana dan merakyat itu, yang tentu saja tidak akan dibicarakan di sini. Yang jelas dongeng itu memberitahu kita tentang beberapa hal. Salah satunya, bahwa perubahan bentuk lahiriah bisa dan sangat mungkin terjadi tanpa harus mengikuti perubahan yang terjadi pada aspek batinian. Manusia kodok hanya berubah secara fisik. Psikisnya tetap manusia berbudi.

KENYATAAN itu sulit dipahami, karena dalam persepsi umum perubahan bentuk biasanya mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi pada aspek watak. Misalnya, orang yang wataknya menyerupai raksasa, maka bentuk lahiriahnya akan perlahan-lahan menyerupai raksasa yang seram dan buram. Manakala watak raksasa itu berhasil dientaskan, maka wajahnya kembali seperti manusia umumnya. Orang yang sifatnya menyerupai Bhutakala, maka wajahnya pun digambarkan seperti Bhutakala. Orang wataknya seperti ular, bentuk fisiknya disamakan dengan ular. Demikian seterusnya. Mereka kembali menjadi manusia bila terjadi perubahan mendasar pada watak. Tapi dalam dongeng I Godogan, perubahan fisik itu sama sekali tidak berkaitan dengan aspek batiniah. Secara batiniah ia orang, secara lahiriah ia kodok. Fisiknya berubah bukan karena batinnya berubah, tapi karena bertemu dengan shakti-nya.

APA YANG ingin disampaikan oleh dongeng itu? Yang kita punya hanya sejumlah dugaan. Dan apa pun dugaan itu, kembali pada masing-masing orang yang menyimak ceritanya.

Entah siapa seniman penggagasnya, pada periode 70-an sangat populer bentuk teater Arja yang mengisahkan cerita I Godogan. Sesuai dengan cerita garapannya, teater rakyat itu pun disebut Arja Godogan.

DI TABANAN, arja sebagai bentuk teater rakyat juga sangat populer pada masanya. Salah satu kelompok Arja Godogan yang punya nama pada masanya adalah kelompok arja dari Desa Dadakan, Kediri. Belakangan bentuk teater itu jarang tampil di desa-desa. Nama sekaa arja itu pun kemudian dikenal oleh generasi baru dari, misalnya, event Pesta Kesenian Bali. Atau, kalau ada festival teater rakyat sejenisnya. Teater rakyat ini sudah berpindah dari kalangan (arena tempat pementasan teater) yang dulunya cukup di jalan desa, ke panggung-panggung festival. Namun demikian, arja Godogan bukan satu-satunya arja di Tabanan. Pada masanya juga sangat terkenal kelompok Arja Mereng dari Desa Darma, Rianggede. Masa itu rupanya sudah berlalu. Jika sekarang ada sekelompok seniman hendak membangkitkan kembali bentuk teater rakyat itu, dan jika berhasil, maka teater itu akan memasuki zaman baru. Tentu akan berbeda lagi kisahnya.

Arja Godogan


Cerita (Arja) Kodok...Teater Rakyat Kisah Berbeda...ADA tokoh dongeng (satua) bernama I Godogan. Nama itu memberitahu kita tentang beberapa hal.

Pertama, ia adalah lelaki. Huruf ''I'' di depan nama itu adalah penanda jenis kelamin lelaki menurut konvernsi bahasa dan budaya Bali. Kedua, ia lahir dalam keluarga keturunan non triwangsa menurut startifikasi sosio-historis masyarakat Bali. Ketiga, ia diidentifikasi dengan kodok, alias manusia kodok.

Kata godogan dalam bahasa Bali berpadanan dengan kata kodok dalam bahasa Indonesia. Bedanya, godogan secara fisik lebih besar dari kodok.



IDENTIFIKASI pada umumnya terjadi berdasarkan persamaan-persamaan yang ada. Misalnya, berdasarkan persamaan bentuk lahiriah, karena persamaan watak, dan persamaan sifat. Hanya berdasarkan nama I Godogan itu saja, kita belum bisa mengetahui apakah ia seekor kodok yang diorangkan, atau ia adalah orang yang dikodokkan. Keduanya berbeda, yang pertama adalah kodok. Yang kedua adalah orang. Oleh karena itu, ceritanya mesti diikuti bila ingin tahu lebih jauh.

TERNYATA dalam versi cerita yang saya pernah dengar, hubungan identifikasi itu jauh lebih kompleks lagi. Pada mulanya konon ada manusia, sepasang suami istri, yang entah karena bermimpi apa dalam tidurnya, akhirnya mendapatkan anak berupa seekor kodok dari kandungan sang istri. Bentuk lahiriahnya benar-benar kodok. Batiniahnya lebih orang daripada orang kebanyakan.

Ia berbicara sebagaimana manusia umumnya. Ia punya sifat benar-benar manusia yang berbudi. Berbudi itulah kelebihannya daripada manusia pada umumnya. Kodok itu membujuk orang tuanya meminang putri raja untuk dijadikan istrinya. Tentu saja kedua orang tuanya pusing tujuh keliling. Mana mungkin Tuan Putri, terutama Baginda Raja, akan menerima pinangnya. Jangankan untuk bisa memasuki istana raja, di depan gerbang saja barangkali mereka akan diusir oleh para pecalang. Diusir belum seberapa. Bagaimana kalau mereka dibunuh karena dianggap melecehkan darah biru keluarga raja itu? Bagaimana kalau putera mereka yang kodok itu dimutilasi dan mayatnya dibuang ke empat penjuru jagat?

BEGITULAH awal kisahnya. Orang tua manusia kodok itu tahu keinginan anaknya sungguh berisiko nyawa. Tapi namanya anak semata wayang, kalau tidak dituruti kehendaknya barangkali ia akan bunuh diri. Dugaan mereka tidak salah, manusia kodok mendesak orang tuanya dengan ancaman akan pergi meninggalkan rumah, dan bahkan siap mengakhiri hidup bila tidak dipinangkan idaman hatinya.

Setelah melewati berbagai konflik cerita, yang tidak perlu diceritakan panjang lebar di sini, singkat cerita kedua orang tua itu berhasil menikahkan putera-kodoknya dengan Tuan Putri. Pernikahan berlangsung dengan dewasaksi. Tidak jelas saya ingat, apakah dalam pernikahan langkah itu ada manusasaksi. Yang saya ingat, pernikahan itu nampaknya sangat direstui oleh para Dewa. Alam pun seperti girang menyambut pasangan langka itu. Terbukti kodok itu kemudian berubah wujud lahiriah menjadi manusia pada malam pertamanya. Ia bahkan manusia dari jenis pangeran yang lebih dari sekadar manusia pada umumnya.

ITULAH CONTOH identifikasi yang kompleks antara manusia dengan kodok, atau antara kodok dengan manusia. Guru bahasa Indonesia di sekolah menjelaskan bahwa, kodok yang diorangkan disebut gaya personifikasi. Tapi kalau kita ikuti juga ceritanya, hubungan kodok itu dengan manusia jauh lebih kompleks dari apa yang dimengerti anak-anak sekolahan tentang gaya personifikasi. Ia bukan sekadar kodok yang diorangkan, tapi ia adalah roh manusia yang dikodokkan kemudian kembali dimanusiakan, bahkan dimanusia-superkan.

ITU BARU masalah identifikasi yang kompleks. Dalam dongeng I Godongan yang berasal dari cerita Panji yang berasal dari Jawa itu (ingat cerita Pangeran Kodok) terkandung kekompleksan lain. Misalnya, alur cerita Panji yang umumnya sangat standar, yaitu perpisahan dua kekasih yang kemudian bersatu kembali, disisipi motif kekuatan Bhatari Durga dalam wujud pradhana, yaitu Tuan Puteri. Persatuan manusia kodok (purusha) dengan pradhana itu menyebabkan terjadinya keajaiban di luar logika. Misalnya, terjadinya perubahan wujud.

Masih ada kekomplekan lain dari dongeng sederhana dan merakyat itu, yang tentu saja tidak akan dibicarakan di sini. Yang jelas dongeng itu memberitahu kita tentang beberapa hal. Salah satunya, bahwa perubahan bentuk lahiriah bisa dan sangat mungkin terjadi tanpa harus mengikuti perubahan yang terjadi pada aspek batinian. Manusia kodok hanya berubah secara fisik. Psikisnya tetap manusia berbudi.

KENYATAAN itu sulit dipahami, karena dalam persepsi umum perubahan bentuk biasanya mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi pada aspek watak. Misalnya, orang yang wataknya menyerupai raksasa, maka bentuk lahiriahnya akan perlahan-lahan menyerupai raksasa yang seram dan buram. Manakala watak raksasa itu berhasil dientaskan, maka wajahnya kembali seperti manusia umumnya. Orang yang sifatnya menyerupai Bhutakala, maka wajahnya pun digambarkan seperti Bhutakala. Orang wataknya seperti ular, bentuk fisiknya disamakan dengan ular. Demikian seterusnya. Mereka kembali menjadi manusia bila terjadi perubahan mendasar pada watak. Tapi dalam dongeng I Godogan, perubahan fisik itu sama sekali tidak berkaitan dengan aspek batiniah. Secara batiniah ia orang, secara lahiriah ia kodok. Fisiknya berubah bukan karena batinnya berubah, tapi karena bertemu dengan shakti-nya.

APA YANG ingin disampaikan oleh dongeng itu? Yang kita punya hanya sejumlah dugaan. Dan apa pun dugaan itu, kembali pada masing-masing orang yang menyimak ceritanya.

Entah siapa seniman penggagasnya, pada periode 70-an sangat populer bentuk teater Arja yang mengisahkan cerita I Godogan. Sesuai dengan cerita garapannya, teater rakyat itu pun disebut Arja Godogan.

DI TABANAN, arja sebagai bentuk teater rakyat juga sangat populer pada masanya. Salah satu kelompok Arja Godogan yang punya nama pada masanya adalah kelompok arja dari Desa Dadakan, Kediri. Belakangan bentuk teater itu jarang tampil di desa-desa. Nama sekaa arja itu pun kemudian dikenal oleh generasi baru dari, misalnya, event Pesta Kesenian Bali. Atau, kalau ada festival teater rakyat sejenisnya. Teater rakyat ini sudah berpindah dari kalangan (arena tempat pementasan teater) yang dulunya cukup di jalan desa, ke panggung-panggung festival. Namun demikian, arja Godogan bukan satu-satunya arja di Tabanan. Pada masanya juga sangat terkenal kelompok Arja Mereng dari Desa Darma, Rianggede. Masa itu rupanya sudah berlalu. Jika sekarang ada sekelompok seniman hendak membangkitkan kembali bentuk teater rakyat itu, dan jika berhasil, maka teater itu akan memasuki zaman baru. Tentu akan berbeda lagi kisahnya.

KUMPULAN TARIAN SULAWESI (LENGKAP!!!)

Jumat, 03 Mei 2013

-Tari Maengket

Maengket adalah paduan dari sekaligus seni tari, musik dan nyanyi, serta seni sastra yang terukir dalam lirik lagu yang dilantunkan. Sejumlah pengamat kesenian bahkan
melihat maengket sebagai satu bentuk khas sendratari berpadu opera. Apapun, maengket memang merupakan sebuah adikarya kebudayaan puncak yang tercipta melalui proses panjang penyempurnaan demi penyempurnaan.
Maengket sudah ada di tanah Minahasa sejak rakyat Minahasa mengenal pertanian terutama menanam padi di ladang. Kalau dulu nenek moyang Minahasa,
maengket hanya dimainkan pada waktu panen padi dengan gerakan-gerakan yang hanya sederhana, maka sekarang tarian maengket telah berkembang teristimewa bentuk dan tarinya tanpa meninggalkan keasliannya terutama syair/sastra lagunya.
Maengket terdiri dari 3 babak, yaitu :
- Maowey Kamberu
- Marambak – Lalayaan. Maowey Kamberu adalah

Drama Tari

Jumat, 22 Maret 2013


Latar Belakang
            Negara Indonesia adalah Negara yang terkenal akan kekayaan alam dan kekayaan budayanya. Banyak 0rang-orang dari luar Indonesia mengakui dan mengagumi kekayaan Indonesia itu. Namun, yang paling menjadi primadona adalah kebudayaan Indonesia yang beraneka ragam. Salah satunya adalah seni tari, seni tari itu sendiri memiliki banyak macam dan memiliki kekhasan disetiap wilayah di Nusantara.
            Salah satu jenis seni tari yang mulai terlupakan dan sedikit yang mengenalnya adalah Seni Drama Tari. Padahal kesenian ini adalah termasuk kesenian yang ada sejak jaman dahulu dan dapat dikatakan sebagai leluhur dari Seni Drama Tari yang ada saat ini. Memeng sekarang ini sudah banyak bermunculan seniman-seniman muda yang berkecimpung didalam Seni Drama Tari modern, namun tidak banyak yang mengenal Seni Drama Tari traditional. Ditambah lagi dengan , generasi muda yang kini sudah “anti” untuk menonton drama tari tradisional. Jika hanya menonton saja mereka tidak berminat, apalagi untuk mengenal dan melestarikan Seni Drama Tari tradisional.
Oleh karena itu, kami ingin memperkenalkan Seni Drama Tari ini kepada para pembaca agar mereka lebih mengenal kesenian tersebut. Dengan begitu, Seni Drama Tari akan lebih dikenal dan dapat dilestarikan untuk menjaga warisan leluhur yang tidak ternilai harganya ini. Jika bukan kita sebagai generasi muda yang melestarikannya,maka anak cucu kita tidak akan pernah mendapatkan kesempatan untuk menyaksikan kesenian leluhur kita ini.
           







Landasan Teori
            Seperti halnya dengan ilmu-ilmu yang lain kecuali ilmu ekstra,sangatlah sulit untuk memberikan difinisi atau pengertian tentang tari. Memamg banyak para ahli tari yang telah membuat difinisi atau pengertian tentang tari,tetapi difinisi atau batasan itu masih masih kelihatan sekali unsure subyetifitasnya dari sipembuat difinisi atau pengertian dan sudut pandang disiplin ilmunya. Seorang ahli psikologi, tentu akan membuat difinisi tari sesuai dengan dasar-dasar ilmu psikologi, seorang ahli antropologi akan membuat batasan tari sesuai dengan disiplin ilmu antropologi,demikian juga denganahli sejarah tentu akan membuat difinisi tari sesuai dengan disiplin ilmu yang dimilikinya yaitu sejarah.
Difinisi itu semuanya benar,sebab semuanya itu dapat dipertanggungjawabkan oleh si pembuat difinisi dengan menempatkan tari pada proporsi ilmu yang dikuasainya.
Kalau kita melihat perkembangan tari pada masa lampau sampai sekarang,menyangkut segi-segi kehidupan manusia yang sangat komplek.Tari mempunyai sangkut paut dengan magis,agama,kesusasteraan,musik,drama,seni gerak,seni rupa dan lain-lain.Dengan demikian apabila sebuah difinisi tari tidak dapat mencakup segala segi-segi yang terdapat pada tari,pastilah difinisi itu tidak mencakup pula.untuk dapat mencakup atau sesuai dengan proporsi yang dimaksudkan,tari ditempatkan pada proporsi yang dimaksudkan,tari ditempatkan pada prporsi sebagai cabang dari kebudayaan.Sedang unsur yang paling pokok atau media yang pokok adalah gerak.
Definisi tari menurut beberapa pakar Tari:
1. Tari menurut Soedarsono
Tari adalah ekspresi jiwa manusia melalui gerak-gerak yang indah dan ritmis.
2.  Tari menurut Susan K.Lenger
Tari adalah gerak-gerak yang dibentuk secara ekspresif yang diciptakan manusia untuk dapat dinikmati.
3. Tari menurut Curt Sacha
Tari adalah gerak yang ritmis
4. Tari menurut Kamala Devi Chattopadhyaya
Tari adalah suatu instinct atu desakan emosi didalam diri kita yang mendorong kita untuk mencari ekspresi pada tari.
Tari-tari yang berada  di Indonesia apabila dilihat dari isi atau temanya dapat dibedakan menjadi :
  1. Tari Pantomim
  2. Tari Erotik
  3. Tari Kepahlawanan
  4. Dramatari
Dramatari adalah sebuah tari yang dalam penyajiannya menggunakan plot atau alur cerita,tema,dan dilakukan dengan cara kelompok. Drama Tari dibagi menjadi 3 kelompok besar yaitu:
1.      Drama Tari Berdialog
Drama tari berdialog adalah drama tari yang pengungkapan ceritanya disamping menggunakan gerak tari juga dengan menggunakan dialog. Tata rias adalah penggunaan alat kosmetik sesuai dengan karakter yang akan dipergunakan. Tata panggung adalah tempat atau ruang yang digunakan untuk pentas pargelaran seni tari atau seni musik.
Contoh dari drama tari berdialog antara lain :
a. wayang orang
b. ketoprak
c. ludruk

2.      Drama Tari Berlagu
Drama tari berlagu adalah drama tari yang pengungkapan ceritanya disamping menggunakan gerak tari juga dengan menggunakan nyanyian-nyanyian berupa kidung.
 Contohnya yaitu:
a.       Arja
b.      Sampik
c.       Arja Japatuan
d.      Arja godogan



3.      Drama Tari Tak Berdialog
Drama tari tak berdialog adalah drama yang diungkapkan dengan gerak tari, dialognya digantikan olehseorang yang berperan sebagai dalang/ pengisi suara(dubbing) dan terkadang dibantu dengan tembang/lagu.
Contohnya adalah :
a. Sendratari
b. Langendriyan

















DRAMA TARI
Drama Tari Berdialog
Drama tari berdialog adalah drama tari yang pengungkapan ceritanya disamping menggunakan gerak tari juga dengan menggunakan dialog. Drama tari atau sendratari adalah drama yang diungkapkan dengan gerak tari, terkadang dibantu dengan tembang/lagu. Tata rias adalah penggunaan alat kosmetik sesuai dengan karakter yang akan dipergunakan. Tata panggung adalah tempat atau ruang yang digunakan untuk pentas pargelaran seni tari atau seni musik.
Adapun Jenis Drama Tari Berdialog, diantaranya :

1.  Drama Gong
http://www.babadbali.com/image/seni/drama/dt-drama-gong.jpgDrama Gong adalah sebuah bentuk seni pertunjukan Bali yang masih relatif muda usianya yang diciptakan dengan jalan memadukan unsur-unsur drama modern (non tradisional Bali) dengan unsur-unsur kesenian tradisional Bali. Dalam banyak hal Drama Gong merupakan pencampuran dari unsur-unsur teater modern (Barat) dengan teater tradisional (Bali). Nama Drama Gong diberikan kepada kesenian ini oleh karena dalam pementasannya setiap gerak pemain serta peralihan suasana dramatik diiringi oleh gamelan Gong (Gong Kebyar). Drama Gong diciptakan sekitar tahun 1966 oleh Anak Agung Gede Raka Payadnya dari desa Abianbase (Gianyar). Diakui oleh penciptanya bahwa Drama Gong yang diciptakan dengan memadukan unsur-unsur drama tari tradisional Bali seperti Sendratari, Arja, Prembon dan Sandiwara dimaksudkan sebagai sebuah prembon (seni campuran) modern.
Unsur-unsur teater modern yang dikawinkan dalam Drama Gong antara lain :
  • tata dekorasi
  • penggunaan sound efect
  • akting
  • tata busana
Karena dominasi dan pengaruh kesenian klasik atau tradisional Bali masih begitu kuat, maka semula Drama Gong disebut "drama klasik".
Adalah I Gusti Bagus Nyoman Panji yang kemudian memberikan nama baru (Drama Gong) kepada kesenian ini berdasarkan dua unsur baku (drama dan gamelan gong) dari kesenian ini. Patut dicatat bahwa sebelum munculnya Drama Gong di Bali telah ada Drama Janger, sebuah kesenian drama yang menjadi bagian dari pertunjukan tari Janger. Dalam banyak hal, drama Janger sangat mirip dengan Sandiwara atau Stambul yang ada dan populer sekitar tahun 1950.
Drama Gong adalah sebuah drama yang pada umumnya menampilkan lakon-lakon yang bersumber pada cerita-cerita romantis seperti cerita Panji (Malat), cerita Sampik Ingtai dan kisah sejenis lainnya termasuk yang berasal dari luar lingkungan budaya Bali. Dalam membawakan lakon ini, para pemain Drama Gong tidak menari melainkan berakting secara realistis dengan dialog-dialog verbal yang berbahasa Bali.
Para pemeran penting dari Drama Gong adalah:
  • Raja manis
  • Raja buduh
  • Putri manis
  • Putri buduh
  • Raja tua
  • Permaisuri
  • Dayang-dayang
  • Patih keras
  • Patih tua
  • Dua pasang punakawan

Para pemain mengenakan busana tradisional Bali, sesuai dengan tingkat status sosial dari peran yang dibawakan dan setiap gerak pemain, begitu pula perubahan suasana dramatik dalam lakon diiringi dengan perubahan irama gamelan Gong Kebyar. Masyarakat Bali mementaskan Drama Gong untuk keperluan yang kaitannya dengan upacara adat dan agama maupun kepentingan kegiatan sosial. Walaupun demikian, Drama Gong termasuk kesenian sekuler yang dapat dipentaskan di mana dan kapan saja sesuai dengan keperluan. Kesenian Drama Gong inilah yang memulai tradisi pertunjukan "berkarcis" di Bali karena sebelumnya pertunjukan kesenian bagi masyarakat setempat tidak pernah berbentuk komersial. Drama Gong mulai berkembang di Bali sekitar tahun 1967 dan puncak kejayaannya adalah tahun1970. Pada masa itu kesenian tradisional Bali seperti Arja, Topeng dan lain-lainnya ditinggalkan oleh penontonnya yang mulai kegandrungan Drama Gong. Panggung-panggung besar yang tadinya menjadi langganan Arja tiba-tiba diambil alih oleh Drama Gong. Namun semenjak pertengahan tahun 1980 kesenian ini mulai menurun popularitasnya, sekarang ini ada sekitar 6 buah sekaa Drama Gong yang masih aktif.
Sekaa - sekaa Drama Gong yang dimaksud antara lain adalah :
  • Drama Gong Bintang Bali Timur
  • Drama Gong Duta Budaya Bali
  • Drama Gong Dewan Kesenian
  • Drama Gong Dwipa Sancaya
  • dan lain-lain
Terakhir muncul Drama Gong Reformasi yang didukung oleh para bintang Drama Gong dari berbagai daerah di Bali.

2.  TARI-CALONARANG-DARI-BALI.jpgCalonarang
Calonarang Klasik, yang diperkirakan muncul sekitar akhir abad XIX di daerah Gianyar Barat (Batubulan, Singapadu, Sukawati), dibentuk oleh unsur-unsur Bebarongan, Pegambuhan, dan Palegongan (tiga jenis seni pertunjukan klasik yang berkembang baik di Kabupaten Gianyar). Unsur Babarongan diwakili oleh barong ket, rangda, dan celuluk; Pegambuhan oleh condong, putri, patih manis (Panji) dan patih keras (Pandung); dan Palegongan oleh sisia-sisia. Peran-peran penting lainnya yang lahir dari dramatari ini sendiri adalah matah gede (wanita tua) dan bondres (orang-orang desa yang berwatak lucu).

Pertunjukan Calonarang Klasik (seperti yang ada di Desa Singapadu, Batubulan, Sukawati, dan sekitarnya) mencakup tiga bagian:
a. pembukaan (pategak),
b. sajian tari dan drama (paigelan), terbagi atas tarian lepas (pangelembar)  dan tarian berlakon (lampahan)
c. penutup (panyuwud).

Untuk mengawali pertunjukan, biasanya dimainkan tabuh pategak yang dimainkan dengan gamelan Bebarongan atau Semarpagulingan (belakangan ini gamelan gong kebyar juga banyak dipakai).
Calonarang Prembon pada intinya adalah dramatari Calonarang campuran (per-imbuh-an) yang memadukan elemen-elemen seni pertunjukan Bebarongan, Pegambuhan, Palegongan, dan Paarjaan. Peran-peran Paarjaan yang dimasukkan ke dalam Calonarang meliputi: inya, galuh, mantri manis, dan mantri buduh. Dalam pertunjukan dramatari Calonarang Prembon terjadi dialog antara peran-peran yang memakai dialog Pagambuhan dan yang memakai dialog bertembang (magending) seperti dalam Arja. Secara umum, struktur pertunjukan Calonarang Prembon tidak jauh berbeda dengan, bahkan dapat dikatakan mengikuti Calonarang Klasik.

Sejak tahun 1970-an Calonarang Prembon menjadi semakin populer di masyarakat. Banyak yang memperkirakan bahwa hal ini disebabkan oleh kemungkinan Calonarang Prembon yang sekaligus dapat memuaskan selera pencinta Calonarang dan penggemar Arja. (sumber: tertulis Bapak I Wayan Dibia)

3.  http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/7/73/Tari_remo.jpg/220px-Tari_remo.jpgLudruk
Ludruk adalah kesenian drama tradisional dari Jawa Timur. Ludruk merupakan suatu drama tradisional yang diperagakan oleh sebuah grup kesenian yang di gelarkan disebuah panggung dengan mengambil cerita tentang kehidupan rakyat sehari-hari, cerita perjuangan dan lain sebagainya yang diselingi dengan lawakan dan diiringi dengan gamelan sebagai musik.
Dialog/monolog dalam ludruk bersifat menghibur dan membuat penontonnya tertawa, menggunakan bahasa khas Surabaya, meski kadang-kadang ada bintang tamu dari daerah lain seperti Jombang, Malang, Madura, Madiun dengan logat yang berbeda. Bahasa lugas yang digunakan pada ludruk, membuat dia mudah diserap oleh kalangan non intelek (tukang becak, peronda, sopir angkutan umum, etc).
Sebuah pementasan ludruk biasa dimulai dengan Tari Remo dan diselingi dengan pementasan seorang tokoh yang memerakan "Pak Sakera", seorang jagoan Madura.
Ludruk berbeda dengan ketoprak dari Jawa Tengah. Cerita ketoprak sering diambil dari kisah zaman dulu (sejarah maupun dongeng), dan bersifat menyampaikan pesan tertentu. Sementara ludruk menceritakan cerita hidup sehari-hari (biasanya) kalangan wong cilik.

4.    KetoprakImage
Ketoprak (bahasa Jawa: kethoprak) adalah sejenis seni pentas yang berasal dari Jawa. Dalam sebuah pentasan ketoprak, sandiwara yang diselingi dengan lagu-lagu Jawa, yang diiringi dengan gamelan disajikan.
Tema cerita dalam sebuah pertunjukan ketoprak bermacam-macam. Biasanya diambil dari cerita legenda atau sejarah Jawa. Banyak pula diambil cerita dari luar negeri. Tetapi tema cerita tidak pernah diambil dari repertoar cerita epos (wiracarita): Ramayana dan Mahabharata. Sebab nanti pertunjukkan bukan ketoprak lagi melainkan menjadi pertunjukan wayang orang.

5.    http://www.denpasarkota.go.id/images/?gambuh.jpgGambuh
Tari Gambuh adalah Dramatari Bali yang dianggap paling tinggi mutunya, merupakan Drama tari Klasik Bali yang paling kaya dengan gerakan tari dan dianggap sebagai sumber segala jenis tari klasik Bali, Gambuh berbentuk total theater dimana didalamnya terdapat unsur seni tari ( yang paling dominant ), seni suara ,seni sastra, , seni drama dan lain-lainnya . Di Bali gambuh diduga timbul sekitar abad ke xv yang lakonnya bersumber pada ceritra Panji.

Pementasan gambuh dilakukan sehubungan dengan upacara-upacara besar seperti odalan yang dilakukan secara besar-besaran ( odalan yang disertai upacara madana ), upacara perkawinan anak bangsawan, upacara pelebon ( ngaben ) dan lain sebagainya. Gambuh diiringi dengan gambelan Pagambuhan yang berlaras Pelog saih pitu, tokoh-tokoh yang biasa ditampilkan adalah : Condong kakan-kakan, Putri, Arja , Panji ( Patih Manis ), Patih Keras ( Perabangsa ), Demang Temenggung, Turas, Panasar dan Prabu. Gambuh yang masih aktif kini bisa didapati di Desa Batuan ( Gianyar ), Padang Aji ( Karangasem ) Apit Yeh ( Tabanan ) dan Singapadu ( Gianyar )




6.  http://www.denpasarkota.go.id/images/?tari%20topeng.JPGDrama Tari Topeng
        Topeng secara arti kata adalah suatu benda penutup maka yang dibuat dari kayu, kertas, kain dan bahan lainnya bentuknya bermacam-macam dari yang berbentuk Dewa-Dewa, Manusia, binatang dan lain-lainnya. Di Bali topeng dipakai menyebutkan suatu bentuk drama tari yang semua pelakunya menggunakan topeng dengan ceritra yang bersumber pada ceritra sejarah maupun babad-babad.
Jenis-jenis Topeng yang ada di Bali adalah
Topeng Pajegan : topeng yang ditarikan oleh seorang aktor dengan memborong semua tugas-tugas yang terdapat di dalam topeng. Di dalam Topeng Pajegan ada sebuah topeng yang mutlak harus ada yakni topeng Sidakarya. Oleh karena demikian eratnya hubungan topeng pajegan ini dengan upacara keagamaan maka topeng inipun disebut topeng Wali.

Topeng Panca : Drama tari topeng yang ditarikan oleh 5 (lima) orang penari. Topeng ini timbul di Denpasar sekitar tahun 1915.

Topeng Prembon : Dramatari topeng yang sudah dikombinasikan dengan unsur drama tari Bali lainnya ( biasanya dari arja ) namun strukturnya patopengannya masih tetap dominan.

Baik topeng Pajegan, topeng Panca, maupun topeng Prembon biasanya diiringi dengan gambelan gong. Adapun peran-peran yang biasa ditampilkan dalam Dramatari topeng adalah Topeng Keras, Topeng Tua ( keduanya berfungsi sebagai pengelembar) Penasar, Topeng Arsawijaya  (dalem), Patih dan Bebondressan.


7.  http://www.denpasarkota.go.id/images/?tari%20gambuh.jpgDrama Tari Wayang Wong
Wayang wong adalah Seni pertunjukan Tradisional yang mengambil Epos Ramayana yang dimainkan oleh tokoh manusia dengan kostum yang telah di sesuaikan dan memakai topeng sesuai dengan tokoh karakter masing-masing.
Wayang wong pada umumnya diiringi oleh tabuh bebatelan, dimana pertunjukan ini sejenis Parwa, Dramatari gambuh dan drama tari cupak grantang.
Namun wayang wong melibatkan banyak pemain / tokoh dan memiliki ciri khas tersendiri misalnya, memakai tokoh kera, paksi (Burung, raksasa dll.). Kalau diartikan wayang berarti bayangan atau ceritera yang diangkat dari seni pewayangan, sedangkan Wong berarti manusia.
Jadi wayang wong maksudnya tokoh pewayangan dimainkan oleh manusia.Wayang wong biasanya secara tradisional, sekaanya / groupnya pada umumnya beranggotakan dari krama pamaksan pura dan dengan perkembangan jaman wayang pun sampai saat sekarang ini biasanya berfungsi ganda, misalnya disamping merupakan tarian sakral ( Wali ) juga merupakan tarian Bebali dan Balih Balihan, serta tidak jarang dipublikasikan lewat media seperti Televisi, Radio dll.

Drama Tari Tak Berdialog
1.  Sendratari
Sendratari pada hakekatnya adalah hasil kreativitas para seniman modern melalui pengolahan kembali elemen-elemen seni dan bentuk-bentuk kebudayaan yang sudah ada. Sebagaimana halnya di Jawa di mana sendratari dibentuk oleh unsur-unsur Wayang Wong dan Wayang Kulit, di Bali sendratari di bentuk dengan memadukan unsur-unsur Pewayangan, Pegambuhan, Pelegongan dan Kekebyaran.
a.      Sendratari Rajapala  
http://www.denpasarkota.go.id/images/?images3.jpg
Seni Dramatari tanpa berdialog ini juga ciptaan I Wayan Beratha, menggambarkan kisah I Rajapala yang bertemu dengan Bidadari Ken Sulasih yang kemudian berlanjut dengan perkawinan. Setelah dari perkawinan ini lahir seorang anak yang diberi nama I Durma. Maka Ken Sulasih kembali ke Kahyangan meninggalkan I Rajapala dan I Durma. Karena tidak tahan ditinggalkan oleh oleh Kensulasih maka I Rajapala pun pergi ke dalam hutan untuk bertapa untuk bertapa bertapa dan tinggallah I Durma seorang diri. Lanjutan dari ceritra ini adalah I Durma mohon diri hendak mencari ayahnya. Ketika itu datanglah seorang utusan yang melaporkan bahwa rakyat ditepi hutan diganggu oleh raksasa Durgadening. I Durma bertemu dengan ayahnya yang sudah tua.

Disamping tari-tarian dan Sendratari tersebut diatas di Bali masih ada sejumlah tari-tarian maupun sendratari yang kini sedang mengalalami ujian oleh masyarakat seperti : Sendratari Narakesuma, Senopati Abimanyu, Sampek Ing Tahi, ditambah dengan sejumlah tari-tarian lepas seperti: Tari Wirayuda, Bima Kroda, Marpati dan lainnya


b.      by Ida Bagus Nyoman RaiSendratari Jayaprana
Karya tari berlakon, tanpa dialog yang pertama diciptakan di Bali oleh I Wayan Beratha pada tahun 1961. Mengisahkan sebuah legenda dari Bulelengyang terkenal, Jayaprana -  Layonsari.
Dua anak desa, I Nyoman Jayaprana (abdi kesayangan Raja Kalianget) bertemu dengan Ni Nyoman Layonsari (putri Jero Bandesa Banjar Sekar). Sejak pertemuan mereka di suatu pasar, Jayaprana dan Layonsari saling jatuh cinta yang akhirnya bersepakat untuk kawin. Perkawinan ini tidak bertahan lama karena Raja Kalianget tergila-gila pada kecantikan Ni Layonsari. Dengan menggunakan segala tipu muslihat untuk memisahkan pasangan baru  ini. I Jayaprana di utus ke Teluk Terima bersama Patih Sawunggaling yang kemudian menikamnya di sebuah hutan sehingga tewas. Dengan berpura-pura meratapi kematian abdi kesayangannya, sambil menawarkan belas kasihan, Prabu Kalianget merayu Ni Layonsari agar mau dibawa ke puri. Permintaan ini ditolak mentah-mentah oleh Ni Layonsari yang telah mengetahui suaminya telah dibunuh oleh suruhan sang raja. Tak sudi menerima perlakuan seperti itu sang raja merasa berang, lalu memaksa Ni Layonsari. Ketika terjadi pergumulan dengan sang raja, Ni Layonsari menarik keris sang raja untuk menikam dirinya sendiri. Melihat hal ini sang raja menjadi kalap lalu membunuh setiap orang yang mendekat padanya. Kisah ini berakhir secara tragis dengan tewasnya raja Kalianget di tangan rakyatnya sendiri.
c.       Sendratari Arya Bebed
Adalah sebuah sendratari yang melakonkan cerita Babad yang pernah populer di Bali, Arya Bebed
Sendratari Arya Bebed mengisahkan pertemuan Mahapatih Gajah Mada dengan Ni Luh Sekarini di desa Kedangan ketika mengadakan ekspedisi di Bali. Pertemuan ini berakhir dengan perkawinan dan membuahkan seorang anak bernama I Jamong. Karena pertemuan sang Mahapatih dengan putranya, beberapa tahun kemudian di Majapahit, dengan perantaraan kain pengikat pinggang-bebed, maka I Jamong diakui sebagai putra sang Mahapatih dengan nama Arya Jamong
Sendratari ini adalah sebuah karya I Wayan Dibia pada tahun 1982. Sendratari ini diciptakan untuk kerabat kerja Gong Kebyar duta Kabupaten Gianyar pada Festival Gong Kebyar se Bali.
d.      Sendratari Kebo Iwa
Sendratari Kebo Iwa mengisahkan gugurnya patih andalan raja Bali oleh Mahapatih Majapahit, Gajah Mada.  Sendratari ini adalah ciptaan I Nyoman Cerita pada tahun 1987. Sendratari ini diciptakan untuk Kabupaten Gianyar pada Pekan Kesenian Bali ke 8.
Atas undangan sang Mahapatih (yang menjanjikan jodoh yang cocok untuk Kebo Iwa), patih andalan Bali yang juga bergelar Kebo Wanira, berangkat ke Majapahit. Ketika Kebo Iwa tengah menggali sumur besar atas permintaan istrinya (boneka buatan Gajah Mada), pasukan Majapahit melemparinya dan menimbun sumur dengan batu. Di sinilah Kebo Iwa sadar bahwa kehadirannya di Majapahit memang untuk dibunuh. Di hadapan Gajah Mada ia berkata bahwa ia rela mati bukan karena kalah melawan Gajah Mada melainkan demi persatuan nusantara.


                                                                               
e.      Mahabarata
Cerita Mahabharata juga merupakan sumber lakon sendratari yang banyak digarap oleh para seniman tari di Bali. Sejak pertengahan tahun 1970, sejumlah seniman, baik perorangan maupun berkelompok, telah menggarap bagian-bagian dari cerita ke dalam sendratari ini. Selain itu, Tim Sendratari Ramayana dan Mahabharata Propinsi Bali juga telah mempagelarkan ke delapan belas bagian atau parwa dalam epos Mahabharata. Berdasarkan jumlah penarinya, sendratari Mahabharata juga dapat dibedakan menjadi sendratari Mahabharata kecil dan sendratari besar atau kolosal.
a.         Mahabharata Kecil
Sendratari ini digarap oleh kerabat Gong Kebyar Kabupaten Gianyar pada Festival Gong Kebyar se Bali pada tahun 1978. Didukung oleh sekitar 13 orang penari, tokoh-tokoh utama dari sendratari ini terdiri dari Sang Kaca, Dewayani, Bhagawan Sukra dan Wresa Parwa.
Sendratari ini adalah karya I Wayan Dibia dengan dhalang I Ketut Suweca.
b.      Mahabarata Kolosal
Sejak tahun 1981 ada sejumlah sendratari Mahabharata Kolosal yang telah ditampilkan pada Pesta Kesenian Bali selama ini. Di antara bagian-bagian cerita yang dipagelarkan pada tahun-tahun awal Pesta Kesenian Bali adalah:
Arjuna Wiwaha
Bale Gala-Gala
Sayembara Drupadi
Gugurnya Duryudhana
Sayembara Dewi Amba
Gugurnya Abhimanyu
Pandawa Korawa Aguru
Gugurnya Gatutkaca
Dewa Ruci
Gugurnya Karna
Eka Lawya
Gugurnya Salya
Kresna Duta
Gugurnya Kresna
Kangsa Lima
Gugurnya Kicaka
Sakuntala
Pendawa Kesorga
Parikesit
Prabu Nala
dan lain-lain




f.        Sendratari Ramayana (Prambanan)
        Sendratari Ramayana menceritakan perjalanan hidup Rama. Sedangkan Sendratari yang ditampilkan hanya merupakan sebagian kecil dari perjalanan hidup Rama. Cerita ini Berasal dari aliran / agama hindu yang datang dari India , maka di India pun cerita ini sangat terkenal. Candi Prambanan dipilih sebagai tempat pelaksanaan Sendratari karena candi tersebut merupakan candi peninggalan agama Hindu dan cerita Ramayana juga merupakan cerita beraliran Hindu. Candi Prambanan berfungsi untuk memberi penghormatan bagi Dewa Siwa, Dewa Wisnu, dan Dewa Rahmat. Candi ini juga berfungsi untuk melestarikan budaya dan mengenalkan sejarah bagi para turis.

Bahasa yang digunakan dalam sendratari Ramayana adalah bahasa jawa. Selama ini Tidak pernah disajikan dalam versi bahasa lain , namun diterangkan dalam bentuk narasi ( teks penterjemah bahasa inggris dan bahasa Indonesia ). Usaha yang dilakukan oleh pelaksana untuk mempertahankan sendratari adalah dengan membentuk Sendratari Ramayana dalam bentuk cerita, serta dengan menerbitkan buku, dan membuat wayang kulit. Cerita ini bertema kisah pertarungan Rama dan Rahwana untuk menikahi seorang putrid cantik bernama Dewi Shinta. Cerita ini beramanat bahwa untuk mendapatkan apa yang menjadi milik kita, kita harus berusaha keras, saling percaya, dan meminta pertolongan Tuhan. Selain itu keserakahan serta kejahatan pasti akan kalah. Ada banyak tokoh – tokoh pada cerita ini. Antara lain :
1. Rama bersifat baik hati dan selalu berusaha untuk mendapat kan kembali apa yang
hilang.
2. Dewi Shinta bersifat lemah lembut
3. Leksmana yang bersifat setia kepada Rama
4. Rahwana bersifat jahat dan serakah
5. Marica ( Kijang Kencana )
6. Jatayu
7. Hanuman
8. Sugriwa
9. Subali
10. Iriyata
11. Kumbakarna
12. Dewi Tara

 “Cerita ini memiliki latar waktu di zaman dahulu serta berlatar tempat di Negara Mantili, Kerajaan Alengka, Hutan Dandaka, Gua Kiskendo, Taman Argasoka. Cerita ini memiliki alur maju. Sinopsis cerita adalah sebagai berikut :
Rama Wijaya, Shinta, dan Leksmana sedang bertualang ke hutan Dandaka. Rawana melihat Dewi Shinta dan ingin memperistrinya. Maka Rawana menyuruh Marica untuk mengubah dirinya menjadi kijang kencana. Shinta yang terpesona melihat kijang kencana menyuruh Rama menangkap kijang kencana. Lalu Rama pergi mengejar kijang itu. Setelah menumggu lama, Shinta merasa khawatir dan menyuruh Leksman untuk menyusul Rama. Sebelum meninggalkan Shinta, Leksmana membuat lingkaran pelindung di sekitar Shinta. Saat Rahwana menyadari bahwa Shinta sendirian, ia lelu menyamar menjadi pengemis tua lalu menculik Shinta dan membawanya ke kerajaan Alengka. Dalam perjalanan ke alengka Rahwana bertemu Jatayu dan mereka bertarung, dan Jatyu kalah. Saat Rama dan Leksmana menyadari bahwa Sinta telah hilang, Rama negira Jatayu telah membunuhnya namun ditahan Leksmana. Jatayu menjelaskan semuanya lalu ia mati. Lalu dating Hanuman menceritakan Subali yang merebut Dewi Tara dari Sugriwa. Rama kemudian bersedia membantu Sugriwa. Subali lalu dikalahkan Sugriwa dibantu oleh Rama. Sugriwa akhirnya memutuskan mebantu Rama menyelamatkan Sinta. Lalu Hanuman dikirim ke kerajaan Alenka. Sementara itu Shinta yang menolak lamaran Rahwana untuk memperistrinya tiba – tiba mendengar lagu yang dinyanyikan Hanuman. Lalu Hanuman menghancurkan Taman Argasoka serta membakar Istana Alengka. Lalu Hanuman melaporkan kekuatan pasukan lawan kepada Rama yang membangun jembatam untuk menyerang Alengka. Setelah itu peperangan terjadi dan Rahwana kalah. Kemudian Shinta bertemu Rama kembali namun Rama meragukan kesucian Shinta. Dengan bantuan Dewa Api Shinta berhasil membuktikan kesuciannya. Dan akhirnya Rama menerima Shinta kembali.”

g.      Langendriyan

Bentuk drama Jawa yang sudah jarang muncul di atas pentas ialah langendriyan. Opera-drama-tari ini berkembang pada paruh kedua abad ke-18 di Surakarta dan Yogyakarta. Adalah menantu Sri Mangkunegara IV (1853-1881) yang menggubah gaya Surakarta, sedangkan Raden Tumenggung Purwa-diningrat dan Pangeran Mangkubumi menciptakan gaya Yogyakarta pada 1876.

Menurut versi Kasunanan Surakarta, yang mengilhami bentuk teater tradisional ini ialah tradisi ura-ura atau menembang yang dilakukan buruh batik di perusahaan milik Godlieb, daerah Pasar Pon, Solo. Selama pementasannya, seniman langendriyan menguras stamina luar biasa sebab sepanjang pertunjukan mereka menari sambil berjongkok dan sesekali bertumpu pada lutut. Selain itu, langendriyan memiliki tingkat kesulitan yang tinggi sehingga menuntut kemampuan yang prima dari seniman pendukungnya, mulai dari olah tari, vokal, hingga kemampuan teater.
Langendriyan mengambil lakon Damar-wulan, sebuah roman sejarah tentang perjuangan Ratu Ayu Kencanawungu dari Majapahit, Jawa Timur, yang berusaha mengatasi pemberontakan Menakjingga, Bupati Blambangan. Sama seperti teater tradisional Jawa lainnya, langendriyan diiringi orkestra gamelan, dengan dialog para pemain menggunakan tembang Jawa.
Adapun di Yogyakarta, kisah yang diambil yaitu Ramayana. Dan, karena banyaknya tokoh kera (wanara) maka pertunjukan disebut langen-mandrawanara. Sesuai dengan perkembangan zaman, banyak sentuhan baru diberikan pada opera Jawa ini. Dekade 1970 dan 1980 ialah momentum saat langendriyan mendapat sentuhan dari koreografer Jawa seperti Sardono W Kusumo, Retno Maruti, dan Sal Murgiyanto.
Mereka memadukan langendriyan dengan bedaya dan wayang wong supaya tercipta dramatisasi lain di atas pentas. Kolaborasi tersebut selanjutnya dikenal dengan sebutan langenbeksa. Selain langendriyan, Jawa-utamanya Jawa Tengah-mengenal teater tradisional lain, yakni wayang wong, golek menak, dan sendratari. (7N-4)

Drama Tari Berlagu

1.       ARJA
Arja adalah salah satu  jenis kesenian yang ada di Bali yang masih digemari oleh masyarakatnya.  Kata Arja diduga berasal dari bahasa Sansekerta yaitu  “reja” yang kemudian mendapat awalan “a” sehingga menjadi “areja” dan  pada akhirnya berubah menjadi “Arja”. Kata Arja yang berarti keindahan atau mengandung keindahan.
Sebagai suatu bentuk teater Arja merupakan seni teater yang sangat kompleks karena merupakan perpaduan dari berbagai jenis kesenian yang hidup di Bali, seperti seni tari, seni drama, seni vokal, seni instrumentalia, puisi, seni peran, seni pantomim, seni busana, seni rupa dan sebagainya.

       Sesungguhnya Arja adalah perpaduan antara dua pendukung teater, yaitu gagasan yang datang dari para pendukung (pemain) dan penonton.selain itu, sebagai suatu bentuk total teater, Arja ini sangat komunikatif dengan masyarakat penikmatnya. Untuk daerah Bali hal ini tidak mengherankan karena memang demikian adanya, sebagaimana dengan berbagai bentuk kesenian lainnya. Yang sangat unik adalah keterlibatan penonton dengan teater di Bali. Penonton sejak mulai pertunjukan seolah-olah sudah menentukan keberhasilan suatu pertunjukan melalui sikap yang mereka lakukan sebagai reaksi atas ungkapan yang dilontarkan pemain atau pelakon saat mereka bermain.

        Dari perkembangan selama ini dapat dikatakan bahwa Arja masih sangat populer di masyarakat Bali. Hal ini dapat terlihat dari antusias masyarakat Bali dalam setiap pertunjukan kesenian Arja ini,  Salah satunya yaitu saat diadakannya pesta kesenian Bali (PKB). Adapun persebaran Arja di provinsi Bali meliputi beberapa kabupaten seperti Bangli, Klungkung, Gianyar, Anlapura, Badung, Tabanan, Jembrana, serta Singaraja.

v